Rabu, 26 Februari 2014

Perlindungan Anak


Perlindungan Hak Anak Indonesia 
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang dimaksud dengan Perlindungan adalah cara, proses, perbuatan melindungi. Sedangkan yang dimaksud dengan HAM merupakan hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Menurut Konvensi Hak Anak bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sumber lain menyebutkan bahwa anak adalah “setiap manusia”  yang belum berumur 18 tahun, dan  “setiap manusia” diartikan bahwa  tidak boleh ada pembeda-bedaan atas dasar apapun, termasuk atas dasar  ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, keyakinan politik atau keyakinan lainnya, kebangsaan, asal-usul etnik atau sosial, kekayaan, cacat atau tidak, status kelahiran ataupun status lainnya, baik pada diri si anak maupun pada orangtuanya. Perlindungan dalam HAM Anak berarti adalah segala upaya baik melalui cara, proses maupun perbuatan yang ditujukan untuk melindungi HAM anak yang dapat dilakukan oleh pihak keluarga, masyarakat, lembaga maupun negara.

Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa “Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasaan dan diskriminasi”.

Perlunya Perlindungan HAM Anak di Indonesia
Diperlukannya perlindungan HAM Anak di Indonesia salah satunya untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat martabat manusia, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak, mulia dan sejahtera (Undang-Undang No.23 Thn 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 3). Disamping itu diperlukannya perlindungan HAM Anak di Indonesia dikarenakan masih banyak bentuk-bentuk pelanggaran yang merenggut hak anak sebagai manusia yang memiliki kebebasan. Sebagai manusia yang tidak berdaya dan masih belum mengerti tentang hukum, serta tindakan orang lain dengan seenaknya mengeksploitasinya. Bahkan, dengan berbagai bentuk eksploitasi, anak dimanfaatkan sebagian orang yang tidak bertanggung jawab untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Berikut adalah berbagai bentuk pelanggaran yang merenggut HAM Anak;
 
a)  Perdagangan anak.
Beberapa waktu lalu, marak terjadi penculikan pada anak-anak yang kemudian dijual. Namun, tidak jarang ada orang tua yang menjual anaknya karena keadaan ekonomi mereka.
b)  Banyak anak jalanan yang terlantar.
Anak-anak jalanan yang meminta-minta atau menjual koran di lampu merah, seharusnya mereka menikmati kasih sayang keluarga dan bisa menikmati pendidikan. 
c)  Penyiksaan dan perlakuan buruk
Hal ini biasanya dilakukan oleh orang tua. Terkadang hanya karena anak melakukan tindakan yang tidak sesuai, anak kemudian dihukum dengan menggunakan kekerasan. 
d)  Tindakan asusila pada anak.
Misalnya tindakan sodomi dan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur. Bahkan yang terjadi pelakunya adalah orang tua mereka sendiri. 
e)  Minimnya pendidikan.
Banyak sekali anak-anak yang tidak bisa menikmati pendidikan karena kesulitan perekonomian, selain itu juga minimnya sarana dan prasarana pendidikan yang membuat anak-anak tersebut terpaksa tidak sekolah. 
f)  Pernikahan dini
Hal ini banyak terjadi di pedesaan, menurut hasil survei disebutkan bahwa 46,5% perempuan menikah sebelum mencapai 18 tahun dan 21,5% menikah sebelum mencapai 16 tahun. Kasus yang cukup menghebohkan adalah pernikahan yang dialami oleh Lutfiana Ulfa dengan Syekh Puji. 
g)  Penganiayaan anak dan mempekerjakan anak di bawah umur.
Survey terhadap pekerja seks di lokalisasi Doli (Surabaya) ditemukan bahwa 25% pekerja beusia kurang dari 18 tahun (Ruth Rosenberg, 2003). 
h)  Peradilan anak yang tidak berbasis HAM.
Kondisi penjara yang sangat tidak layak di penjara anak/Lapas anak Kota Medan, yang berlokasi di kawasan Tanjung Gusta. Terletak satu kompleks dengan penjara orang dewasa, dari segi kapasitas daya tampung hanya 250 orang, namun penjara anak di Kota Medan dihuni hampir 600 anak. Ruangan sel penjara berukuran 4 x 3 m2 yang diisi 8-10 orang anak dengan kamar mandi tanpa penutup di dalamnya, tentunya sangat tidak nyaman dan mengganggu kesehatan. 
i)  Pembuangan bayi.
Berdasarkan catatan Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), kasus pembuangan bayi di Indonesia yang umumnya dilakukan kalangan orang tua jumlahnya cenderung meningkat. Kebanyakan bayi yang dibuang adalah hasil hubungan gelap atau ada juga yang dikarenakan keadaan ekonomi yang memaksa orang tua untuk membuang bayinya. 
j)  Gizi buruk (marasmus kwasiokor)
Berdasarkan dari UNICEF sebagai badan PBB untuk perlindungan anak, jumlahnya mencapai 10 juta jiwa di Indonesia. Sebagai negara yang kaya akan kekayaan alam sangat tragis jika sampai banyak sekali anak-anak yang mengalami gizi buruk.

Konvensi Hak Anak menyebutkan, ada 4 hak pokok yang dimiliki seorang anak yaitu hak untuk hidup, hak berkembang (development), hak mendapat perlindungan (protection), dan hak berpartisipasi (participation).

*  Hak Mendapat Perlindungan

Ada 4 jenis hak anak untuk mendapatkan perlindungan, yaitu fisik, emosional, seksual, dan penelantaran.

  ·  Perlindungan Fisik

Jangan pernah memukul apalagi menganiaya anak. Bahkan, menjewer dan mencubit dengan alasan menegakkan disiplin pun tak dibenarkan.

·  Perlindungan Emosional

Jangan memaki-maki anak, menjulukinya dengan sebutan-sebutan negatif, ataupun ungkapan verbal lain yang bersifat melecehkan. Apalagi di usia balita, anak belum paham perilakunya tak benar di mata orang dewasa.

·  Perlindungan Seksual

Jangan memperlakukan tubuh anak seperti barang mainan, sekalipun hal itu dilakukan dengan maksud bergurau. Beberapa cara untuk memberikan perlindungan secara seksual, yakni:
  1. Ajarkan cara-cara menolak perlakuan buruk terhadap tubuhnya, termasuk sentuhan-sentuhan pada alat kelamin dan payudara. 
  2. Jangan biarkan ia keluar dari kamar mandi dengan bertelanjang. 
  3. Jelaskan batas nyaman-tak nyaman dan aman-tak aman, misal, hanya boleh cium tangan dan pipi tapi lainnya tidak;
  4. Jelaskan pula perbedaan ciuman dan pelukan sebagai ungkapan kasih sayang, persahabatan atau justru nafsu. 
  5. Biasakan tidur di kamar tertutup dan mengenakan baju atau selimut yang tidak mengumbar paha atau dada. 
  6. Ajarkan untuk menyebut alat kelaminnya dengan nama yang benar, penis untuk lelaki dan vagina untuk perempuan.
 ·   Perlindungan Dari Penelantaran

Hak yang  anak yang ini kerap diabaikan orang tua baik dari masyarakat marginal dimana anak-anak dan bahkan bayi dieksploitasi jadi pekerja semisal pengemis/pengamen jalanan atau kalangan masyarakat berada, penelantaran terjadi dalam bentuk, misal, membiarkan bayi bermain sendiri.



Pihak yang berkewajiban melindungi HAM Anak di Indonesia
Perlindungan HAM Anak di Indonesia diusahakan oleh setiap orang, keluarga, masyarakat, pemerintah maupun negara. Berdasarkan Undang-Undang No.23 Thn 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 20 bahwa “Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak”. Adapun yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab Negara dan Pemerintah dalam usaha perlindungan anak diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak yaitu:
  1. Menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin,etnik, budaya, dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak dan kondisi fisik dan/atau mental (Pasal 21);
  2. Memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak (Pasal 22);
  3. Menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara umum bertanggung jawab terhadap anak dan mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak (Pasal 23);
  4. Menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak (Pasal 24).

Disamping negara dan pemerintah yang berkewajiban melindungi HAM Anak terdapat juga peran serta masyarakat. Kewajiban dan tanggungjawab masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak (Pasal 25 Undang-Undang No.23 Thn 2002). Adapun kewajiban dan tanggungjawab keluarga dan orang tua dalam usaha perlindungan anak diatur dalam Undang-Undang No.23 Thn 2002 Pasal 26 ayat (1), yaitu:

  1. Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak
  2. Menumbuhkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya
  3. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.


Selain negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak terdapat lembaga negara yang khusus menangani permasalahan tentang perlindungan anak di Indonesia, diantaranya:



   *   Komisi Nasional Perlindungan Anak

Komisi Nasional Perlindungan Anak atau yang sering disingkat Komnas PA adalah organisasi di Indonesia dengan tujuan memantau, memajukan, dan melindungi hak anak, serta mencegah berbagai kemungkinan pelanggaran hak anak yang dilakukan oleh Negara, perorangan, atau lembaga. Komisi Nasional Perlindungan Anak didirikan pada tanggal 26 Oktober 1998 di Jakarta Lahirnya Komnas PA berawal dari gerakan nasional perlindungan anak yang sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1997. Kemudian pada era reformasi, tanggung jawab untuk memberikan perlindungan anak diserahkan kepada masyarakat. Tugas KNPA melakukan perlindungan anak dari perlakuan, misalnya: diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, penelantaraan, kekejaman, kekerasan, penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah yang lain. Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak saat ini adalah Seto Mulyadi, dengan Sekretaris Arist Merdeka Sirait.



*   Komisi Perlindungan Anak Indonesia

Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 2003 tentang Pembentukan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang tugasnya melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak; memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak



*  Tugas Pokok KPAI

Sebagai lembaga negara tentunya KPAI punya tugas-tugas pokok yang telah ditentukan. Dalam hal ini tugas pokok KPAI terdapat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindumgan Anak pasal 76 yaitu:

a. Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak;

b. Memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.



Dalam www.kpai.go.id dijelaskan lebih lanjut tentang tugas pokok KPAI sendiri yaitu:

  1. Melakukan sosialisasi dan advokasi tentang peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak.
  2. Menerima pengaduan dan memfasilitasi pelayanan masyarakat terhadap kasus-kasus pelanggaran hak anak kepada pihak-pihak yang berwenang.
  3. Melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan, kebijakan pemerintah, dan kondisi pendukung lainnya baik di bidang sosial, ekonomi, budaya dan agama.
  4. Menyampaikan dan memberikan masukan, saran dan pertimbangan kepada berbagai pihak tertuama Presiden, DPR, Instansi pemerintah terkait ditingkat pusat dan daerah.
  5. Mengumpulkan data dan informasi tentang masalah perlindungan anak.
  6. Melakukan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan tentang perlindungan anak termasuk laporan untuk Komita Hak Anak PBB (Committee on the Rights of the Child) di Geneva, Swiss.


*  Perbedaannya dengan Komnas Perlindungan anak

Terkadang masyrakat tidak mengenal KPAI yang justru dikenal masyarakat adalah KOMNAS PA karena itu kami akan menjelaskan perbedaan antara keduanya:

  1. Dasar pembentukan KPAI ialah Keppres Nomor 77 tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Sedangkan KOMNAS PA pembentukannya hanya disahkan dengan Surat Akta Notaris layaknya pembentukan LSM-LSM maupun yayasan sosial lainnya.
  2. Meski keduanya merupakan lembaga yang melindungi anak-anak, KPAi merupakan lembaga yang bertanggung jawab pada presiden sedangkan KOMNAS PA tidak bertajggung jawab pada presiden karena KOMNAS PA merupakan lembaga independen yang terpisah dari pemerintahan yang biasa dosebut LSM.
  3. Dalam hal dana, KPAI mendapatkannya dari dana APBN, tepatnya dari anggaran Departemen Sosial sama Kementrian Pemberdayaan Perempuan. Sedangkan KOMNAS PA yang merupakan LSM, sumber dananya nggak pasti. Tergantung sama pendonornya.
  4. Dalam meneyelasikan kasusu KPAI selalu melakukan pwenyelidikan terlebih dahulu, mewawancarai pihak pelapor, berdiskusi dengan pihak terlapor, hingga menghimpun keterangan/informasi dari si anak. Setelah itu melakukan investigasi ketempat kejadian seperti, mendatang ke rumah pelapor maupun terlapor, mencari informasi dari saudaranya termasuk tetangga juga teman-teman pelapor, terlapor. Karena itu dalam menangai kasusu KPAI biasanya kurang lebih mencapai 3 bulan. Hal ini dilakukan guna kasus yang terjadi tidak masuk dalam pengadialan. Sedangkan proses penyelesaiaan kasus dalam KOMNAS PA melalui investigasi, wawancara, dan pendekatan, tapi juga monitoring setelah ditandatanganinya kesepakatan.


Landasan Hukum Yang Mengatur HAM Anak
Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dimuat dalam Undang-undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Sebagai asset bangsa, anak berhak atas kelangsungan hidupnya serta mendapat perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. Kendati Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara untuk memberikan perlindungan pada anak. Berdasarkan Undang-Undang mengenai perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab tersebut. Berikut adalah beberapa landasan hukum tentang HAM Anak di dalam pasal-pasal UUD 1945.



Pasal 52

(1) Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua keluarga masyarakat dan negara

(2)  Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak  itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan

  

Pasal 53

(1) Setiap anak sejak dalam kandungan, berhak untuk hidup mempertahankan hidup dalam meningkatkan taraf kehidupannya.

(2)  Setiap anak dalam kehidupannya berhak atas suatu nama dan status kewarganegaraan

         

Pasal 54

Setiap anak yang cacat fisik atau mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan,  pelatihan dan bantuan khusus atas biaya negara untuk menjamin kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan,meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat ,berbangsa daan bernegara.



Pasal 55

Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamamu, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan intelektualitas dan usianya dibawah bimbingan orang tua dan atau wali.



Pasal 56

(1)  Setiap anak berhak untuk mengetahui siapa orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri. Dalam hal orang tua anak tidak mampu membesarkan dan memelihara anaknya dengan baik dan sesuai dengan undang-undang ini, maka anak tersebut boleh diasuh atau diangkat sebagai anak oleh orang lain sesuai ketentuan peraturan perundang undangan .



      Pasal 57

(1)  Setiap anak berhak untuk dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik, diarahkan, dan dibimbing kehidupannya oleh orangtua atau walinya sampai dewasa dengan ketentuan peraturan perundang undaangan .

(2)  Setiap anak berhak untuk mendapatkan orang tua angkat atau wali berdasarkan putusan pengadilan apabila kedua orang tua telah meninggal dunia atau karena suatu sebab yang sah tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagi orang tua.

(3)  Orang tua angkat attau wah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harusmenjalankan kewajiban sebagai orang tua yang sesungguhnya.



      Pasal 58

(1)  Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual  selama  dalam  pengasuhan  orang  tua  atau  walinya,  ataiu pihak  lain  maupun yang  bertanggung jawab  atas  pengasuh  anak tersebut.

  
     *  Cara Melindungi HAM Anak
Berbagai cara diupayakan untuk melindungi HAM Anak dari tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Untuk mencegah berbagai persoalan yang menyangkut tentang pelanggaran hak asasi manusia terhadap anak, pemerintah dan jajaran lembaga pemerintah melakukan beberapa upaya, diantaranya adalah:

1.  Pemerintah membuat program, misalnya:
  1. Pendidikan tentang cara pengasuhan tanpa kekerasan kepada orangtua dan guru; 
  2. Layanan kesehatan untuk anak; 
  3. Meningkatkan anggaran pendidikan dan menggratiskan biaya pendidikan dasar.

2.  DPR/ DPRD membuat UU/ Perda untuk melindungi anak dari tindak kekerasan dan eksploitasi, mengancam pelaku dengan ancaman hukuman sehingga diharapkan bisa menimbulkan efek jera.

3. Jajaran penegak hukum (polisi, jaksa) dan penegak keadilan (hakim) memproses setiap pelanggaran hak anak dengan tegas, tanpa pandang bulu, dan memberi sanksi yg setimpal dengan pelanggaran yang dilakukan. Beberapa usaha yang dilakukan oleh pemerintah di atas didukung dengan disusunnya beberapa peraturan perundangan nasional, di antaranya :

o   UUD 1945 hasil amandemen

o   UU No. 23/2002 Tentang Perlindungan Anak

o   UU No. 3/1997 Tentang Pengadilan Anak

o   UU No. 39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia


Kamis, 06 Februari 2014

Teori Pendidikan Multikultural



Horrace Kallen
Jika budaya suatu bangsa memiliki banyak segi, nilai-nilai dan lain-lain; budaya itu dapat disebut pluralisme budaya (cultural pluralism). Teori pluralisme budaya ini dikembangkan oleh Horace Kallen. Ia menggambarkan pluralisme budaya itu dengan definisi operasional sebagai menghargai berbagai tingkat perbedaaan, tetapi masih dalam batas-batas menjaga persatuan nasional. Kallen mencoba mengekspresikan bahwa masing-masing kelompok etnis dan budaya di Amerika Serikat itu penting dan masing-masing berkontribusi unik menambah variasi dan kekayaan budaya, misalnya bangsa Amerika. Teori Kallen mengakui bahwa budaya yang dominan harus juga diakui masyarakat. Dalam konteks ini Kallen tetap mengakui bahwa budaya WASP di AS itu sebagai budaya yang dominan, sementara budaya-budaya yang lain itu dipandang menambah variasi dan kekayaan budaya Amerika.

James A. Banks
Kalau Horace Kallen perintis teori multikultur, maka James A. Banks dikenal sebagai perintis Pendidikan Multikultur. Jadi penekanan dan perhatiannya difokuskan pada pendidikannya. Banks yakin bahwa sebagian dari pendidikan lebih mengarah pada mengajari bagaimana berpikir daripada apa yang dipikirkan. Ia menjelaskan bahwa siswa harus diajar memahami semua jenis pengetahuan, aktif mendiskusikan konstruksi pengetahuan (knowledge construction) dan interpretasi yang berbeda-beda. Siswa yang baik adalah siswa yang selalu mempelajari semua pengetahuan dan turut serta secara aktif dalam membicarakan konstruksi pengetahuan. Dia juga perlu disadarkan bahwa di dalam pengetahuan yang dia terima itu terdapat beraneka ragam interpretasi yang sangat ditentukan oleh kepentingan masing-masing. Bahkan interpretasi itu nampak bertentangan sesuai dengan sudut pandangnya. Siswa seharusnya diajari juga dalam menginterpretasikan sejarah masa lalu dan dalam pembentukan sejarah (interpretations of the history of the past and history in the making) sesuai dengan sudut pandang mereka sendiri. Mereka perlu diajari bahwa mereka sebenarnya memiliki interpretasi sendiri tentang peristiwa masa lalu yang mungkin penafsiran itu berbeda dan bertentangan dengan penafsiran orang lain.
 

Bill Martin

Dalam tulisannya yang berjudul Multiculturalism : ”Consumerist or Transformational?” Bill Martin menulis, bahwa keseluruhan isu tentang multikulturalisme memunculkan pertanyaan tentang "perbedaan" yang nampak sudah dilakukan berbagai teori filsafat atau teori sosial. Sebagai agenda sosial dan politik, jika multikulturalisme lebih dari sekedar tempat bernaung berbagai kelompok yang berbeda, maka harus benar-benar menjadi 'pertemuan' dari berbagai kelompok itu yang tujuannya untuk membawa pengaruh radikal bagi semua umat manusia lewat pembuatan perbedaan yang radikal (Martin, 1998: 128)


Martin J. Beck Matustik
Berpendapat bahwa teori multikulturalisme meliputi berbagai hal yang semuanya mengarah kembali ke liberalisasi pendidikan dan politik Plato, filsuf Yunani. Sebuah karya Plato yang berjudul Republik, bukan hanya memberi norma politik dan akademis klasik bagi pemimpin dari negara ideal yang dia cita-citakan, namun juga menjadi petunjuk dalam pembahasan bersama tentang pendidikani bagi yang tertindas (Matustík, 1998). Ia yakin bahwa kita harus menciptakan pencerahan multikultural baru (a new multicultural enlightenment) yaitu "multikulturalisme lokal yang saling berkaitan, secara global sebagai lawan dari monokultur nasional" (Matustík, 1998).
 
Judith M. Green
Green menunjukkan bahwa multikulturalisme bukan hanya unik di A.S. Negara lain pun harus mengakomodasi berbagai kelompok kecil dari budaya yang berbeda. Kelompok-kelompok ini biasanya bertoleransi terhadap keuntungan budaya dominan. Secara unik, Amerika memberi tempat perlindungan dan memungkinkan mereka mempengaruhi kebudayaan yang ada. Dengan team, kelompok memperoleh kekuatan dan kekuasaan, membawa perubahan seperti peningkatan upah dan keamanan kerja. Wanita dan minoritas (Hispanis, Afrika dan Amerika Asli) harus memperoleh kesempatan ekonomi yang lebih baik, partisipasi politis yang lebih efektif, representasi media yang lebih disukai, dan sebagainya. Namun akhir abad 20 telah membawa orang Amerika pada suatu tempat "memerangi kebuntuan yang memerlukan pemikiran kembali yang baru dan lebih dalam tentang tujuan dan materi pendidikan dalam suatu masyarakat yang masih terus diharapkan dan dicitacitakan yang dibimbing oleh ide demokrasi" (Green, 1998). Bangsa ini selalu memandang pendidikan sebagai cara perubahan yang efektif, baik secara personal maupun sosial. Sehingga lewat pendidikan Amerika meraih kesuksesan terbesar dalam transformasi. Beberapa kelompok tidak bisa melihat bahwa kita sekarang adalah apa yang selalu ada. Yaitu, Amerika yang sejak kelahirannya, selalu memiliki masyarakat multikultural di mana berbagai budaya telah bersatu lewat perjuangan, interaksi, dan kerjasama (Green, 1998).